Selasa, 18 Oktober 2011

AGENDA MASALAH BANGSA


Firman Allah SWT yang berkaitan dengan pendidikan adalah "Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar" (QS 4: 9)

Berkaitan dengan ayat di atas Sayyid Quthb menjelaskan bahwa ayat tersebut memberikan sentuhan kepada para orang tua yang amat sensitif terhadap anak-anaknya yang masih kecil-kecil agar bertaqwa kepada Allah di dalam mengurusi anak-anak kecil yang diserahkan pengurusannya oleh Allah kepada mereka. Dengan harapan, mudah—mudahan Allah menyediakan orang yang mau mengurusi mereka dengan penuh ketaqwaan, perhatian, dan kasih sayang. Dipesankan juga kepada mereka supaya mengucapkan perkataan yang baik kepada anak-anak yang mereka didik dan mereka pelihara, sebagaimana mereka memelihara harta mereka. Sementara Ibnu Katsir dalam menjelaskan QS 4: 9 tersebut dengan mengutip hadits Rasulullah saw. yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, yang artinya: Sesungguhnya lebih baik meninggalkan ahli waris dalam keadaan kaya dari pada meninggalkan mereka dalan keadaan miskin yang meminta-minta. HR Bukhari dan Muslim.

Memperhatikan cuplikan ayat dan hadits serta penjelasan Sayyid Quthb di atas, kaum muslimin yang merupakan jumlah terbesar di Indonesia dan di dunia ini seharusnya dengan semangat mengamalkan seruan ayat dan hadits secara bersungguh-sungguh menjadikan lembaga pendidikan satuan pendidikan sebagai sarana pemberdayaan sumber daya muslim.

Berbagai kebijakan pendidikan telah dibuat sedemikian rupa, namun permasalah pendidikan khususnya yang berhubungan dengan relevansi pendidikan, peningkatan kualitas pendidikan, dan efisiensi pendidikan masih rendah. Menurut Margono (2011:1) di antara permasalahan pendidikan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia saat ini adalah masih rendahnya kualitas pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan, khususnya pendidikan dasar dan menengah. Secara internasional pada umumnya ada dua hal yang dijadikan indikator kualitas pendidikan pada suatu negara, yaitu human development index (HDI) dan hasil dari programme for international student assessment (PISA).

Pengukuran terhadap HDI disponsori oleh United Nations Development Program (UNDP) yang mengukur pencapaian rata-rata sebuah negara dalam tiga dimensi dasar pembangunan manusia yaitu: (1)hidup yang sehat dan panjang umur yang diukur dengan harapan hidup saat kelahiran, (2)pengetahuan yang diukur dengan angka tingkat baca tulis pada orang dewasa dan kombinasi pendidikan dasar dan menengah , atas gross enrollment ratio, dan (3) standar kehidupan yang layak diukur dengan gross domestic product per kapita / produk domestik bruto kekuatan beli dalam dollar Amerika Serikat. Pengukuran terhadap capaian PISA dilakukan oleh negara-negara yang tergabung dalam organization for economic cooperation and development (OECD) meliputi 30 negara yaitu Australia, Austria, Belgium, Canada, Czech Republic, Denmark, Finland, France, Germany, Greece, Hungary, Iceland, Ireland, Italy, Japan, Korea, Luxembourg, Mexico, the Netherlands, New Zealand, Norway, Poland, Portugal, Slovak Republic, Spain, Sweden, Switzerland, Turkey, United Kingdom, dan United States. PISA mengukur kemampuan membaca, matematika, sains, dan problem-solving untuk usia sekitar 15 tahun.

Posisi Indonesia dilihat dari capaian HDI tahun 2000 menempati urutan 109 dari 174 negara, data tahun 2007 berdasarkan list of countries by human development index (HDI) Indonesia berada pada urutan 107 dari 178 negara dengan index 0,728 di bawah Vietnam yang berada pada peringkat 105 dengan index 0, 733 (http://wikipedia.org), sedangkan berdasarkan data yang dipublikasikan pada bulan Oktober 2009 posisi Indonesia berada pada peringkat 111 dari 182 negara dengan index 0,734. (http://wikipedia.org). Peringkat sepuluh besar HDI ditempati oleh Norway, Australia, Iceland, Canada, Ireland, Netherlands, Sweden, France, Switzerland, dan Japan. Pada tahun 2010 HDI Indonesia diprediksikan berada pada ranking 108 dari 169 negara dengan skor indeks HDI 0,600.

Posisi Indonesia berdasarkan hasil pengukuran PISA tahun 2003 menunjukkan bahwa dari 41 negara yang disurvei, Indonesia menempati peringkat ke 38 untuk bidang IPA, sementara untuk matematika dan kemampuan membaca menempati urutan ke 39 sedangkan problem solving menempati urutan 40 (Renstra Depdiknas 2005-2009:39).

Data tahun 2006 hasil pengukuran PISA dari 57 negara yang disurvey, Indonesia berada pada peringkat 50 untuk IPA, peringkat 44 untuk membaca, peringkat 49 untuk matematika, dan peringkat 52 untul problem solving (http://www.oecd.org/dataoecd).

Negara yang oleh OECD dipandang sebagai negara paling berhasil dalam penyelenggaraan pendidikan dikaitkan dengan hasil penilaian tentang PISA adalah Finlandia, dengan capaian prestasi sebagai berikut ; (1) dalam kemampuan membaca menduduki peringkat pertama dalam tahun 2000 dan 2003, dan peringkat kedua pada tahun 2006, (2) dalam bidang matematika menempati peringkat ke empat pada tahun 2000, peringkat pertama pada tahun 2003 dan tahun 2006, (3) dalam bidang kecakapan problem-solving menempati peringkat ke dua tahun 2003, tahun 2000 tidak terukur, (4) pada tahun 2006 Finlandia memperoleh hasil paling baik dalam beberapa bidang yang disurvey tentang PISA. (http://www.oecd.org/dokument/39).

Apabila dikaji lebih lanjut keberhasilan Finlandia sebagai negara yang kualitas pendidikannya terbaik dapat dilihat dari beberapa faktor yaitu :

Equel opportunites, Comprehensiveness of education, competent teachers, student counselling and special needs education, encouraging evaluation, significance of education in society, A flexible system based on empowerment, co-operation, a student-oriented, active conception of learning. (http://news.bbc.co.uk).

Masalah pendidikan di Indonesia semakin disempurnakan dengan meningkatnya peredaran pornografi yang terus berkembang dikalangan pelajar Indonesia. Menurut Wulandari unsur media menjadi suatu patokan utama berkait dengan batasan pornografi tersebut. Media yang dimaksud dapat dikelompokkan dalam 3 (tiga ) kelompok besar yaitu :

a. Media audio (dengar). Yang termasuk dalam kategori ini diantaranya siaran radio, kaset, CD, telepon, ragam media audio lain yang dapat diakses di internet:

(a) lagu-lagu yang mengandung lirik mesum, lagu-lagu yang mengandung bunyi-bunyian atau suara-suara yang dapat diasosiasikan dengan kegiatan seksual;

(b) program radio dimana penyiar atau pendengar berbicara dengan gaya mesum;

(c) jasa layanan pembicaraan tentang seks melalui telepon (party line) dan sebagainya.

b. Media audio-visual (pandang-dengar) seperti program televisi, film layar lebar, video, laser disc, VCD, DVD, game komputer, atau ragam media audio visual lain yang dapat diakses di internet :

(a) film-film yang mengandung adegan seks atau menampilkan artis yang tampil dengan pakaian minim atau tidak (seolah-olah) tidak berpakaian.

(b) adegan pertunjukkan musik dimana penyanyi, musisi atau penari latar hadir dengan tampilan dan gerak yang membangkitkan syahwat penonton.

c. Media visual (pandang) seperti koran, majalah, tabloid, buku (karya sastra, novel popular, buku non-fiksi) komik, iklan billboard, lukisan, foto atau bahkan media permainan seperti kartu:

(a) berita, cerita atau artikel yang menggambarkan aktivitas seks secara terperinci atau yang memang dibuat dengan cara yang demikian rupa untuk merangsang hasrat seksual pembaca.

(b) gambar, foto adegan seks atau artis yang tampil dengan gaya yang dapat membangkitkan daya tarik seksual

(c) fiksi atau komik yang mengisahkan atau menggambarkan adegan seks dengan cara yang sedemikian rupa sehingga membangkitkan hasrat seksual. (www.ejournal.umm.ac.id)

Dampak beredarnya pornografi melalui berbagai media tersebut antara lain adalah:

(a) Survey dari Yayasan Kita dan Buah Hati tahun 2005 dari 1705 responden di jadebotabek menyebutkan > 80% anak usia 9-12 tahun mengakses hal-hal yang berbau pornografi (35% dari VCD, 25% di rumah sendiri dan 20% dari teman)

(b) Survey “ Center for Human Resources Study and Development” FISIP Unair mendapati 55,6% remaja pria berusia 15-19 tahun pernah menonton film porno dan 18,4% remaja putri pernah membaca buku porno

(c) Survey BKKBN pada bulan Mei 2002 terhadap 2.880 responden berusia 15-24 tahun di 6 kota di Jawa Barat menunjukkan 39,5% responden pernah berhubungan sex

(d) Survey di kota Malang terhadap 202 remaja, menunjukkan 15% sudah pernah melakukan hubungan sex (www. images.lediahanifa.multiply.multiplycontent.com)

(e) Remaja mengaku pernah melakukan hubungan seks pranikah hampir merata di berbagai kota di Indonesia sebagaimana data berikut :

(1) 51%, Jabotabek ( DKT, Indonesia 2005)

(2) 54%, Surabaya ( DKT, Indonesia 2005)

(3) 47%, Bandung ( DKT, Indonesia 2005)

(4) 52% Medan ( DKT, Indonesia 2005)

(f) Hasil survey KomisiNasional Perlindungan Anak di 33 Propinsi pada bulan januari – Juni 2008 diperoleh temuan sebagai berikut :

(1) 97% remaja SMP dan SMA pernah nonton film porno

(2) 93,7% remaja SMP dan SMA pernah: ciuman, genital stimulation, atau oral sex

(3) 62,7% remaja SMP tidak perawan

(4) 21,2% remaja SMA mengaku pernah aborsi (www.lip4.bkkbn.go.id)

Tingginya kasus penyakit Human Immunodeficiany Virus/Acquired Immnune Deficiency Syndrome (HIV/AIDS), khususnya pada kelompok umur remaja, salah satu penyebabnya akibat pergaulan bebas. Hasil penelitian di 12 kota di Indonesia termasuk Denpasar menunjukkan 10-31% remaja yang belum menikah sudah pernah melakukan hubungan seksual.

Di kota Denpasar dari 633 pelajar Sekolah Menengah Tingkat Atas (SLTA) yang baru duduk di kelas II, 155 orang atau 23,4% mempunyai pengalaman hubungan seksual. Mereka terdiri atas putra 27% dan putri 18%. Data statistik nasional mengenai penderita HIV/AIDS di Indonesia menunjukkan bahwa sekitar 75% terjangkit hilangnya kekebalan daya tubuh pada usia remaja.

Demikian pula masalah remaja terhadap penyalahgunaan narkoba semakin memprihatinkan. Berdasarkan data penderita HIV/AIDS di Bali hingga Pebruari 2005 tercatat 623 orang, sebagian besar menyerang usia produktif. Penderita tersebut terdiri atas usia 5-14 tahun satu orang, usia 15-19 tahun 21 orang, usia 20-29 tahun 352 orang, usia 30-39 tahun 185 orang, usia 40-49 tahun 52 orang dan 50 tahun ke atas satu orang (www. spoe92.student.umm.ac.id). Dewasa ini permasalahan remaja masih cukup menonjol, baik kualitas maupun kuantitasnya. Dikemukakan bahwa berbagai fenomena kegagalan sekarang ini antara lain disebabkan pembinaan keluarga yang gagal. Lebih jauh dijelaskan bahwa dari 15.000 kasus narkoba selama dua tahun terakhir, 46 % di antaranya dilakukan oleh remaja (Media Indonesia, 30 Juni, hal; 16). Selain itu di Indonesia diperkirakan bahwa jumlah prostitusi anak juga cukup besar. Departemen Sosial memberikan estimasi bahwa jumlah prostitusi anak yang berusia 15-20 tahun sebanyak 60 % dari 71.281 orang. Unicef Indonesia menyebut angka 30 % dari 40-150.000; dan Irwanto menyebut angka 87.000 pelacur anak atau 50% dari total penjaja seks ( www.depsos.go.id ).

Menurut Thomas Lickona, ada 10 aspek degradasi moral yang melanda suatu negara yang merupakan tanda-tanda kehancuran suatu bangsa. Kesepuluh tanda tersebut antara lain (1) meningkatnya kekerasan pada remaja, (2) penggunaan kata-kata yang memburuk, (3) pengaruh peer group (rekan kelompok) yang kuat dalam tindak kekerasan, (4) meningkatnya penggunaan narkoba, (5) alkohol dan seks bebas, (6) kaburnya batasan moral baik-buruk, (7) menurunnya etos kerja, (8) rendahnya rasa hormat kepada orang tua dan guru, (9) rendahnya rasa tanggung jawab individu dan warga negara, (10) membudayanya ketidakjujuran, serta adanya saling curiga dan kebencian diantara sesama.( www.umm.ac.id ).

Mau kemana lembaga pendidikan ini dibawa ? Apa yang telah dikerjakan para pengambil kebijakan dan praktisi pendidikan di negeri ini? Semoga ini menjadi bagian agenda masalah yang segera diberi solusi ! Wallohu'alam.